*Bekasi, 12 Maret 2024*. Sebuah fenomena menarik muncul di tengah pelaksanaan program bantuan sosial (Bansos) 10 Kg Beras tahun 2024. Tepatnya di perumahan LBS (Logam Bangun Setia) , Desa Muktiwari Cibitung Bekasi, di mana dua orang warga perumahan merasa enggan untuk menggunakan beras yang diterimanya. Alasannya, mereka merasa tidak berhak menerima bantuan tersebut, memunculkan pertanyaan tentang keadilan distribusi bantuan social setelah warga tersebut melakukan cek bansos di https://cekbansos.kemensos.go.id/.
Warga yang memilih untuk tetap anonim ini menyatakan bahwa kondisi keuangan mereka tidak seburuk kelompok warga lainnya yang lebih membutuhkan bantuan. Mereka pun heran, terkait mengapa bisa menjadi sasaran sebagai penerima manfaat, mereka berpendapat bahwa ada orang lain yang jauh lebih membutuhkan bantuan tersebut daripada mereka. Imbuh salah seorang dari mereka yang masih ber-KTP DKI Jakarta.
_”Saya merasa belum layak menerima Bansos 10 kg Beras, sebab saya masih memiliki pekerjaan tetap disebuah perusahaan swasta di Kabupaten Bekasi dan saya ingin bantuan ini benar-benar sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkannya, agar semua bansos tepat sasaran”_ ungkapnya dengan tegas.
Bila kita melirik *Pasal 1 angka (1) UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin*. Bahwa benar : _“Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.”_ Sementara dua orang warga yang enggan disebutkan namanya merasa masih memiliki kecukupan dari sisi ekonomi. Ditambah hal ini terjadi pada bulan suci Ramadahan, tepat di tanggal 10 Maret tahun 2024, wajar saja kedua warga tersebut menolak untuk menerima bansos yang diberikan.
*Ketum KP3D (Komite Pemuda Peduli Pembangunan Desa) PSF. Parulian Hutahean* bersuara dalam temuan ini, beliau menyatakan dukungan terhadap keputusan kedua orang warga tersebut, menyoroti pentingnya kesadaran sosial dan empati dalam masyarakat. Ia berharap bahwa sikap seperti ini dapat mendorong pihak berwenang untuk lebih mempertimbangkan kondisi individual saat mendistribusikan bantuan sosial di masa depan.
Kejadian ini membuka diskusi lebih lanjut tentang bagaimana bantuan sosial dapat disalurkan dengan lebih efektif dan adil, serta menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam menjaga integritas program-program bantuan yang dilaksanakan.
*Aslam Syah Muda*