• Jum. Des 19th, 2025

CAKRAWALA TV

MENGUNGKAP BERITA DIBALIK FAKTA

LBH Yabpeknas Apresiasi Pengembalian 10 Hektare Situ Rawa Pasar Laut Ke Negara

ByDIYAN SAPUTRA

Des 19, 2025

Serang, www.Cakrawalatv.com- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) YABPEKNAS merespons positif pengembalian lahan seluas 10 hektare yang merupakan tanah negara di kawasan Situ Rawa Pasar Raut, Desa Kamuning, Kecamatan Tunjung Teja, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum LBH YABPEKNAS, Jaja Nurhamzah, kepada awak media usai mengikuti audiensi dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Banten di Kantor PUPR Banten, KP3B Curug, Kota Serang, Rabu (17/12/2025).

Audiensi tersebut membahas persoalan serius terkait saling klaim dan dugaan penjualan kawasan Situ Rawa Pasar Raut dan Rawa Enang oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Hadir dalam pertemuan itu Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Banten Didik Purwanto beserta jajaran pejabat teknis, sementara dari LBH YABPEKNAS hadir langsung Jaja Nurhamzah dan Tb. Delly Suhendar.

Klaim Kepemilikan Warga Terbantahkan
Sebelumnya, Kepala Desa Kamuning, Sopwanudin, mengklaim bahwa warga memiliki tanah di kawasan rawa berdasarkan bukti IPEDA, kikitir, dan Letter C. Namun, Tim Hukum LBH YABPEKNAS menegaskan bahwa dokumen-dokumen tersebut bukan bukti kepemilikan tanah yang sah.

Letter C, yang sebelumnya diatur dalam PP Nomor 10 Tahun 1961 dan kemudian digantikan oleh PP Nomor 24 Tahun 1997, hanya bersifat administrasi. Berdasarkan Pasal 96 PP Nomor 18 Tahun 2021 serta yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 0234 K/Pdt/1992, Letter C dan girik (termasuk IPEDA) hanya merupakan bukti awal yang harus diperkuat dengan bukti lain, seperti penguasaan fisik secara berkelanjutan, saksi, dan pengakuan masyarakat.

Mahkamah Agung juga melalui putusan Nomor 624 K/Sip/1970 tanggal 24 Maret 1971 menegaskan bahwa nama yang tercantum dalam buku Letter C tidak dapat dijadikan bukti mutlak kepemilikan tanah.

Situ Rawa Merupakan Tanah Negara
LBH YABPEKNAS menegaskan bahwa situ atau rawa merupakan tanah negara yang umumnya ditetapkan sebagai kawasan konservasi, sempadan air, atau ruang terbuka hijau (RTH). Secara hukum, badan air dan sempadannya tidak dapat dilekati hak milik pribadi.

Menurut ketentuan perundang-undangan dan asas hukum perairan, lahan yang berada di bawah badan air merupakan milik publik yang dikuasai negara. Pembuktian status tersebut didasarkan pada data teknis dan ilmiah, seperti penyelidikan tanah, citra satelit, foto udara, serta analisis batas air tertinggi (high water mark) secara objektif dan berkelanjutan.

“Situ Rawa memiliki fungsi vital sebagai daerah resapan air, pengendali banjir, serta penyangga ekosistem lingkungan. Karena itu, kami meminta PUPR Provinsi Banten menetapkan batas yang jelas dan terukur antara lahan situ dan lahan masyarakat, sekaligus melakukan pemulihan fungsi situ,” tegas Jaja.

PUPR Banten: 10 Hektare Lahan Sudah Dikembalikan
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Provinsi Banten, Didik Purwanto, menyatakan bahwa lahan seluas 10 hektare di kawasan tersebut telah dikembalikan oleh PT Sasmita Jaya Perkasa pada Desember 2025.

Ia menyebut langkah tersebut sebagai bentuk kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. PUPR juga menegaskan bahwa klaim dan upaya mempertahankan kawasan situ oleh oknum-oknum tertentu harus tunduk pada ketentuan hukum, khususnya PP Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah serta PP Nomor 27 Tahun 1991 tentang Rawa yang menyatakan bahwa rawa dikuasai langsung oleh negara.

PUPR Provinsi Banten, lanjut Didik, telah melakukan kajian teknis, pendataan lapangan, serta koordinasi lintas instansi guna menangani persoalan Situ Rawa secara komprehensif. Sinergi antara pemerintah provinsi, pemerintah daerah, dan masyarakat dinilai sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan kawasan tersebut.

LBH YABPEKNAS Siap Kawal Proses Hukum
Jaja Nurhamzah menambahkan, LBH YABPEKNAS siap mengawal penanganan Situ Rawa Pasar Raut dan Rawa Enang dari aspek hukum. Pihaknya juga tengah mempertimbangkan pengajuan gugatan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019 terkait perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.

Gugatan tersebut rencananya akan ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten Serang dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait penerbitan izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) PT Sasmita Jaya Perkasa yang dinilai multitafsir, memicu konflik, dan berpotensi merugikan Pemerintah Provinsi Banten.

“Kami tidak ingin kasus ini terulang seperti yang terjadi pada Situ Ranca Gede Jakung, yang diduga dijual oleh oknum dan kini sedang dalam proses kasasi di Mahkamah Agung. Jika ditemukan indikasi penjualan situ atau rawa oleh pihak tertentu, kami akan segera melaporkannya kepada aparat penegak hukum,” tegasnya.

Sebelumnya, pada 13 Desember 2025, mahasiswa yang tergabung dalam FMPK juga telah melakukan audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Serang terkait persoalan yang sama. Namun, hasil audiensi tersebut dinilai tidak memberikan penjelasan yang berimbang dan memuaskan, bahkan cenderung berpihak pada pihak-pihak tertentu. (Red_YS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *