• Ming. Nov 23rd, 2025

CAKRAWALA TV

MENGUNGKAP BERITA DIBALIK FAKTA

Bantahan Terkait Jalan Asem Bagus: Klarifikasi Tanpa Bukti, Pengalihan Isu, Bukan Jawaban Teknis

ByDIYAN SAPUTRA

Nov 22, 2025

Lampung Selatan, www.Cakrawalatv.com- Klarifikasi yang beredar terkait proyek Jalan Asem Bagus di Desa Kali Asin terlihat bukan sebagai penjelasan teknis, melainkan manuver defensif tanpa satu pun data pendukung.
Jika ini disebut “klarifikasi ahli”, maka publik berhak bertanya: ahli yang mana, berdasarkan apa, dan diuji oleh siapa?
(Sabtu 22/11/2025)

1. Mengaku Memenuhi SNI, Tetapi Tidak Berani Menyebut SNI Nomor Berapa

Pihak pelaksana mengklaim material “memenuhi standar nasional”.
Tetapi:

Tidak ada nomor SNI,

Tidak ada uji laboratorium,

Tidak ada laporan kualitas agregat,

Tidak ada hasil pengujian independen.

Dalam konstruksi, klaim tanpa dokumen adalah kebohongan teknis yang dibungkus jargon.
Jika benar memenuhi SNI, sebutkan nomornya dan tunjukkan sertifikatnya.
Tidak sulit—kecuali memang tidak ada.

2. Menuding Media “Prematur”, Padahal Dirinya Sendiri Tidak Membawa Bukti Satu Pun

Mereka menyebut pemberitaan “prematur”.
Namun justru klarifikasi mereka yang:

Tanpa verifikasi,

Tanpa pengukuran,

Tanpa analisis teknis.

Mengatakan orang lain prematur sambil membawa argumen kosong adalah sikap defensif khas pekerjaan yang sedang dipertanyakan kualitasnya.

3. Retakan Disebut “Wajar”, Padahal Ukurannya Tidak Disebut: Ini Manipulasi, Bukan Penjelasan

Retak beton BUKAN wajar ketika:

proyek masih baru,

curing belum lama,

keretakan memanjang, bukan titik.

Menjustifikasi retakan tanpa menyebut ukuran adalah usaha mengaburkan masalah.
Jika retaknya kecil, mengapa tidak disertakan pengukuran?
Jika retaknya besar, wajar bila publik mempertanyakannya.

4. Dalih “Di Bawah 12 mm Perbaikan, Di Atas 12 mm Bongkar” = Pengakuan Terbuka Bahwa Kerusakan Memang Ada

Ini bahkan bukan klarifikasi—ini pengakuan eksplisit bahwa:

retakan di lapangan memang terjadi,

retakan itu bukan hair crack biasa,

butuh perbaikan karena tidak sesuai kondisi ideal.

Klarifikasi yang mengakui kerusakan bukan lagi klarifikasi—itu pembenaran yang terlambat.

5. Menyalahkan Banjir = Alibi Murahan untuk Menutupi Lemahnya Struktur Dasar

Jika sedikit banjir saja menyebabkan kegerusan, berarti:

pondasi tidak matang,

lapisan agregat tidak padat,

drainase tidak berfungsi,

kemiringan tidak optimal.

Banjir bukan alasan.
Justru banjir adalah uji paling dasar yang harusnya dilewati oleh pekerjaan normal.
Jika gagal pada tahap awal, berarti ada masalah dari awal.

6. Pernyataan Kabid PUPR: Tamparan Terkeras bagi Klaim Pelaksana

Ketika Kabid PUPR berkata:

“Batu putih untuk jalan memang tidak masuk.”

Pernyataan ini menghancurkan seluruh klarifikasi pelaksana.
Bagaimana mungkin pelaksana mengaku benar, sementara pejabat teknis mengatakan material itu tidak layak?

Ini bukan sekadar kontradiksi—ini bukti bahwa pelaksana tidak bicara apa adanya.

7. “Ahli Konstruksi” Tanpa Nama = Kredibilitas Nol

Klarifikasi menyebut “ahli konstruksi dari pihak perusahaan”.
Tetapi:

Tidak ada nama,

Tidak ada sertifikat (SKA/SKT),

Tidak ada jabatan,

Tidak ada rekam jejak.

Dalam dunia teknik, ahli tanpa identitas sama dengan tidak ada ahli.
Jika benar ahli, mengapa sembunyi di balik anonim?
Ahli yang tidak mau menyebut nama, biasanya karena argumennya tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Kesimpulan klarifikasi tersebut:

Tidak punya data,

Tidak punya uji laboratorium,

Tidak menyebut SNI,

Tidak punya identitas ahli,

Kontradiksi dengan pejabat teknis sendiri,

Mengakui kerusakan,

Menyalahkan faktor alam,

Mengalihkan isu retakan menjadi penyusutan,

Tidak menjawab poin kritis yang dipertanyakan masyarakat.

Singkatnya:

Itu bukan klarifikasi teknis, tetapi serangkaian alasan yang tidak berdasar dan gagal menutupi masalah kualitas pekerjaan.

(By Diyan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *