www.Cakrawalatv.com
Tanggamus,-Diduga Sekolah Dasar SDN 1 Soponyono Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus Setahun Dua kali Orang Tua siswa/siswi /Murid harus menggeluarkan dana Sebesar Lima puluh lima ribu persiswa untuk Membeli Buku Lembaran Kerja Siswa LKS, sebagaimana yang terjadi pada salah satu sekolah Tingkat SD Negeri 1 Soponyono ,secara terang pihak Sekolah kerja sama dengan distributor buku LKS untuk dijual Kepada siswa Didik di sekolahan Dasar Negeri 1 Soponyono tersebut Dengan harga buku LKS keseluruhan Persiswa/murid yang harus dibayar orang tua murid mencapai lima puluh lima ribu rupiah.
Sabtu:14/01/2023
R.M. salah satu orang tua murid menyampaikan kepada awak media ” anak kami masih duduk di kls 3A sekolah dasar dalam usia belajar di sekolah negeri dan saya harus mengeluarkan biaya lIma puluh lima ribu setiap ajaran baru untuk beli buku bahkan bukan ajaran baru aja ditahun ini sudah dua kalibeli buku dalih wali kelas biar kami beli demi kelangsungan belajar anak kami, sedangkan buku Yang kemaren aja tidak terpakai jadi sampah kalau kami tidak membeli buku anak kami tidak belajar di kls anak yang beli LKS belajar saya protes sama wali kls-wali kls berdalih karena anak kami nakal anak kami disekolah kan biar belajar supaya pintar malah dibiarin oleh wali kls di jam belajar tidak belajar karena tidak punya buku LKS paksa kami selaku orang tua membeli buku LKS tersebut di sekolah seharusnya pihak sekolah memikirkan orang tua murid yang tidak mampu . masa satu tahun harus dua kali beli LKS orang tua harus keluar duit lima puluh lima ribu untuk membayar buku LKS tersebut ungkap nya.”RM
Dan aneh nya kalau gak beli kami orang tua dibikin malu sama wali kelas yang mengajar ,anak kami sampai di pidio sama wali kelas Saya tau dari Teman anak kami saat kami tanya sama wali kls berdalih anak kami nakal di jam belajar karena siswa yang lain belajar Pake LKS anak kami belum punya Buku LKS terpaksa saya selaku orang tua harus membeli buku LKS Tersebut walau tidak punya duit kami carikan agar anak kami bisa beli buku tersebut dari sekolahan , padahal janji bapak presiden Jokowi mengatakan bahwa sekolah negeri gratis tapi faktanya masih ada biaya beli buku LKS setiap ajaran Baru ,” ungkapnya dengan nada kesal.
Tempat terpisah Unggu. Salah satu orang tua murid yang lain nya membeberkan kepada pewarta”anak saya udah hampir setiap hari minta dibelikan LKS karena teman-teman nya udh pada beli semua namanya anak-anak kalau gak di belikan menangis terpaksa kami belikan walau pun duit habis pinjam dengan nada kesal ,
saya pernah menghadap sama kepala sekolah Dasar Negeri 1 Soponyono Mempertanyakan Tentang Buku LKS Kepala sekolah seolah olah membela suplayer Buku LKS jangan jangan kepsek ada keuntungan dari penjualan buku LKS disekolah tersebut kami pertanyakan sama kepsek karena anak kami malu sering menangis untuk beli buku teman nya udah pada beli anak kami belum beli buku LKS gimana kami mau beli buku LKS untuk makan aja susah karena kami cuman buruh tani penghasilan tidak menentu untuk jajan anak kami sekolah aja kadang tidakpunya makanya kami menghadap kepsek karena di sekolah lain tidak ada yang namanya beli buku LKS di sekolah SD N 1 Soponyono termasuk kalau kayak gini berarti tempatnya jual buku LKS bukan tempat belajar ,”tutur nya dengan nada kesal”
“Arpan Ketua LSM.masarakat pemantau pembangunan& pendidikan(MP3,) Masyarakat Pemantau Pembangunan Dan Pendidikan .angkat bicara”UUD nomor 14 th 2008 tentang keterbukaan impormasi publik. Bedasarkan.perpres nomor 87.th 2016 tentang saber pungli.sekolah baik dari tingkat
SD,SMP dan SMA Negeri yang penerima dana bantuan oprasional (BOS) masing-masingnya mengunakan cara untuk meraup keuntungan pribadi dari penjualan buku ke peserta didiknya hingga tidak jarang mengabaikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 2 tahun 2008 tentang Buku, pasal (11) melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik.
Pada Undang-Undang No.3 Tahun 2017 juga mengatur Sistem Perbukuan, tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup pemerolehan naskah, penerbitan, pencetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, penggunaan, penyediaan, dan pengawasan buku” Ungkap Arpan selaku Ketua LSM.MP3 ”Kabupaten Tanggamus saat diwawancarai awak media diruang kerjanya (16/01/2023).
Buku pegangan siswa dari sekolah diberikan secara gratis, karena disubsidi pemerintah melalui Dana Bantuan Operasional (BOS) .”Buku yang disubsidi pemerintah tidak boleh dijual kepada siswa. Karena itu hak siswa.” jelasnya lagi.
Buku LKS tidak diperjual belikan di sekolah .Siswa berhak membeli LKS ,namun tidak di sekolah. Orangtua siswa beli LKS di toko buku.
Pasal 63 ayat (1) UU Sistem Perbukuan “Penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan dan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Pasal 64 ayat (1) UU Sistem Perbukuan.”Penjualan buku teks pendamping dan buku nonteks dilakukan melalui Toko Buku dan atau sarana lain” jelasnya.
Masih kata Arpan menjelaskan “Permendiknas No 2 tahun 2008 tentang Perbukuan. Pasal (1) angka 10 “toko buku termasuk ke dalam distributor eceran buku atau pengecer, yang lengkapnya berbunyi “Distributor eceran buku yang selanjutnya disebut pengecer adalah orang-perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengan cara membeli dari penerbit atau distributor dan menjualnya secara eceran kepada konsumen akhir”.
Dalam hal ini jika ditemukan ada tenaga pengajar atau guru disekolahan yang menjual secara langsung buku LKS kepada siswa hal itu patut dipertanyakan karena tugas dan funsi seorang guru adalah mengajar dilembaga pendidikan,dan disekolah tempatnya proses belajar dan mengajar bukan tempatnya berdagang buku”ungkapnya tegas.
Penjualan buku, dan Lembar Kerja Siswa (LKS) juga marak terjadi setiap ajaran baru, bahkan setiap berganti semester. Walau dikatakan tidak wajib, namun para murid mau tidak mau harus membeli karena banyak tugas yang diberikan lewat LKS tersebut.
Masih ada Sekolah yang melakukan penjualan buku LKS melalui Koperasi. Ragam dalih pun bermacam-macam, salah satunya untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, sebagai pendamping, atau referensi pengetahuan bagi anak didik. Hal ini terkadang menjadi pembenaran, tanpa mengindahkan peraturan yang sudah jelas dilarang.
Masuk tahun ajaran baru di lembaga pendidikkan mulai dari tingkat SD,SMP dan SMA Negeri penerima dana bantuan oprasional (BOS) masing-masingnya mengunakan cara untuk meraup keuntungan pribadi dari penjualan buku ke peserta didiknya hingga tidak jarang mengabaikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 2 tahun 2008 tentang Buku, pasal (11) melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik.” Tegasnya “Arpan Ketua LSM.MP3 Tanggamus,
Sampai Berita ini terbit kepala sekolah SDN 1 Soponyono belum bisa dimintai keterangan (Agus)