Bandung – Ketua Umum Generasi Solidaritas Indonesia (GENGSI), Garisah Idharul Haq, resmi mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung terhadap Keputusan KPU Kota Bekasi Nomor 2 Tahun 2025 tentang Penetapan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bekasi Terpilih, Kamis (28/8/2025).
Gugatan ini berlandaskan pada putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nomor 59-PKE-DKPP/I/2025 yang membuktikan adanya pelanggaran kode etik berat oleh penyelenggara pemilu.
Dalam fakta persidangan DKPP, terungkap bahwa pada 25 November 2024 seorang Komisioner KPU Kota Bekasi (Teradu I) memberikan uang Rp1.000.000 kepada anggota PPK (Teradu II). Sehari kemudian, Teradu II membagikan Rp300.000 kepada anggota PPS di Kecamatan Pondok Melati: Anastasia Bella Ayu (PPS Jati Ranggon) dan Ma’mun Surahman (PPS Jatimurni).
Percakapan WhatsApp antara Teradu II dengan Bella Ayu menunjukkan permintaan dukungan suara untuk Pasangan Calon Nomor Urut 03. Bahkan, Ma’mun Surahman sempat menerima uang Rp300.000 tersebut, namun kemudian mengembalikannya kepada Bawaslu Kota Bekasi.
“Ini membuktikan pilkada Bekasi sudah cacat sejak hulu. Bahkan sebelum masyarakat mencoblos, sebelum suara dihitung, dan sebelum Mahkamah Konstitusi memutus sengketa hasil, proses demokrasi sudah dirusak oleh penyelenggaranya sendiri,” tegas Garisah.
Menurutnya, praktik bagi-bagi uang kepada penyelenggara tingkat bawah telah merusak asas pemilu yang jujur dan adil. Karena itu, gugatan ke PTUN Bandung dilakukan sebagai perlawanan moral untuk menjaga marwah demokrasi.
“Jangan sampai rakyat Bekasi dipimpin dengan hasil pilkada yang sejak awal sudah kotor. Demokrasi jangan diperdagangkan dengan amplop tiga ratus ribu!” lanjutnya.
Gugatan ini menggunakan putusan DKPP sebagai novum (bukti baru), sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU Peradilan TUN jo. Pasal 5 Perma No. 8 Tahun 2018. Karena putusan DKPP baru dibacakan pada 11 Agustus 2025, gugatan dinyatakan masih dalam tenggang waktu.
Berdasarkan Pasal 47 UU Peratun, PTUN Bandung disebut memiliki kewenangan penuh untuk memeriksa perkara ini. “Objek sengketa sudah jelas, bukti sudah terang, dan kepentingan hukum penggugat sebagai warga Bekasi sangat nyata,” tegas Garisah.
Pada akhirnya, penggugat mendesak PTUN Bandung agar membatalkan SK KPU Kota Bekasi Nomor 2 Tahun 2025, sekaligus memulihkan legitimasi demokrasi di Kota Bekasi.
“Kami percaya hakim PTUN akan berdiri di sisi kebenaran. Kalau penyelenggara saja sudah curang sebelum pilkada dimulai, maka hasil pilkada tidak punya legitimasi. Bekasi butuh pemimpin yang lahir dari proses demokrasi bersih, bukan transaksi,” pungkasnya.