Warga Bintang Ninggi Melalui Demang Teweh Selatan Meminta PT.AGU Mengembalikan Lahan Milik Warganya
Cakrawalatv.com (Muara Teweh) – Warga pemilik tanah di sekitar lahan kelapa sawit PT. Antang Ganda Utama (AGU) yang saat ini dikelola oleh menejemen PT. Danista Surya Nusantara (DSN) tepatnya lokasi lahan di wilayah Pinggiran sungai Sei. Inu wilayah kekuasaan Desa Bintang Ninggi Kecamatan Teweh Selatan Kabupaten Barito Utara Provinsi Kalimantan Tengah.
Setelah keluar dari jeruji besi, kasus pencurian buah sawit yang di sangkakan kepada pemilik lahan oleh pihak Perusahaan Sawit PT.AGU/DSN. Sekarang warga pemilik lahan dengan tegas meminta tanahnya dikembalikan.
Banserudin selaku seorang mantan Nara Pidana (NAPI) yang baru saja bebas selama beberapa minggu ini, mendatangi Demang Kepala Adat kecamatan Teweh Selatan dengan menyerahkan satu buah piring putih beserta uang sebanyak lima ratus ribu rupiah,Kamis 01-04-2021.
“Sebagaimana Hukum Adat yang berlaku di wilayah bumi Yamulik Bengkang Turan” Dengan ini saya menyerahkan Piring Panyarahan beserta tulang Pakat kepada dua tokoh Demang Kepala Adat, untuk meminta lahan milik kami sekeluarga yang ditanami sawit oleh PT. AGU dulu di kembalikan kepada kami pemilik lahan dan pihak perusahaan wajib membayar ganti rugi tanam tumbuh berupa buah-buahan yang di tanam di atas lahan seluas 9 (Sembilan) Hektar dari total lahan keseluruhan seluas 13 (Tigabelas) Hektar. Ucapnya Banserudin.
Saya tidak menyangkali kalau saya baru saja keluar dari buih dengan kasus tuduhan pencurian akibat memanen buah sawitnya, tetapi hal tersebut karena sudah berlarut-larut hingga menejemen perusahaan PT.DSN menggantikan pengelola padahal sebelumnya PT. AGU tau kerena belum ada tali asih (Ganti Rugi) lahan kami. Jelasnya
“Adapun lahan tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Surat Pernyataan (SP) tertanggal 29 Oktober 2014 yang dibuat dan ditanda tangani oleh Bonaventura Tau Sigar, S.H. selaku mantan humas Legal PT. AGU yang menerangkan bahwa pada saat pertemuan terakhir dengan persetujuan Bpk. Siswono selaku General Maneger Operasional PT. AGU pada saat itu menyepakati bahwa penggantian lahan milik kami yang salah tebang oleh kontraktor, di lakukan dengan tukar guling (Ruislog) sesuai dengan luasan lahan yang ditentukan, Namun hal tersebut hingga sekarang di kelola oleh menejemen PT. DSN lahan kami tidak juga diganti atau yg disebut tukar guling, Imbuhnya kepada awak media saat cek lokasi lahan.
Katon salah seorang warga persambitan juga membenarkan, “Ya ini batas persambitan/tata batas kami dengan Bakran (Alm) selaku orang tua Banserudin, Sipung (Kebun)Cempedak, durian, langsat, paken dll yang tersisa ini sudah tiga puluhan tahun lebih duluan dari pembukaan lahan sawit perusahaan PT.Antang Ganda Utama (AGU) dan ini kuburan Alm. Anak Sumadi sedangkan Kuburan Neneknya sudah tergarap untuk pembuatan jalan itu, nah sebagai bukti kebenaranya dapat dilihat di tengah kebun sawit yang tidak lagi terurus itu ada banyak tunggul pohon ulin dan pohon karet. Terangnya
Hadir juga salah seorang warga yang bernama Tabang yang juga membenarkan, “Ya dulu sekitar pada tahun 2002 – 2003 memang saya yang menebang dilokasi ini saat saya kerja bagian penebangan pohon di perusahaan PT.AGU, memang dulu penuh dengan kebun buah durian, cempedak dan berbagai macam buah-buahan, “Disini Sipung’ dan saya ingat disini juga dulu ada kuburan, kalau yang sebelah sana itu semua yang saya tebang itu pohon karet, saat itu yang menyuruh dan membayar upah tebang kami adalah Alm. Pabalok. Ujarnya.
Bahtiar selaku Demang Kepala Adat Kec. Teweh Selatan menyambut baik, “Piring Pitih dibahasa adat ini disebut Atei Bura Lapusu Lio, Sedangkan uang sebanyak lima ratus ribu rupiah ini yang sudah menjadi ketentuan untuk menggantikan jumlah sepuluh kiping, yang bahasa adatnya adalah disebut tulang pakat, Artinya Pak Banserudin dan keluarga menyerah sepenuhnya segala urusan kepada kami pihak kedemangan dengan niat baik dan tulus dari hati seperti piring putih ini, dan setelah itu artinya piring ini adalah kesucian dari hidup sampai mati bagi suku dayak, adapun tulang pakat ini artinya bahwa meminta dijembatani untuk penyelesaian masalah dengan baik karena hukum tertinggi adalah musyawarah mupakat.
“Untuk hal seperti ini sudah kewajiban bagi pihak kedemangan tidak pernah menolak untuk pengurusan sepanjang bertujuan baik dan kami siap untuk mengundang menejemen PT. DSN terutama untuk mediasi,” jelasnya Demang.
Hal yang sama juga di sampaikan oleh Robenson selaku Demang Majelis Kaharingan, Tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah mupakat, bahkan termasuk biaya ritual rukun kematian, bagi kuburan yang sudah tergarap dan yang masih ada di pinggir lahan itu juga wajib dilaksanakan paling tidak sebagai syarat jika Arwah atau Alm. yang meninggal belum sempat di tunaikan hingga akhir rukun kematianya Tukas Robenson.
Adapun hasil investigasi Awak Media di lokasi, ada beberapa hal yang di catat bahwa pada lahan tersebut seperti tidak terurus dan ada sebuah pondok yang sudah roboh serta tanaman pohon sawit bercampur dengan pohon karet dan ada juga beberapa tunggul pohon ulin, dan ada juga pohon kapuk yang biasanya menandai bekas pemukiman, serta di sepanjang pinggiran lahan di penuhi Pohon Cempedak, Durian, Langsat, Paken, dan buah-buahan lainya serta bercampur dengan kebun karet yang masih terawat dan terpelihara di perkirakan berusia 30-40 tahun, serta terdapat jelas adanya satu buah kuburan sekitar 2,5 meter dari pinggil jalan garapan PT. AGU serta menurut penilaian di duga lahan tersebut mungkin saja di luar HGU pihak Perusahaan Sawit PT.AGU/DSN. (Tony,S.Pd)