Jakarta,selatan,11,Juni,2024,Cakrawala,tv news.com Mengabarkan:”Pada tanggal,23/05/2024, Berawal dari sa,at melintasnya beberapa awak media di wilayah hukum Polsek Jagakarsa Jakarta selatan, tepatnya di j,l Moh,Kahfi, 1 terlihat ada sebuah kegiatan di salah satu toko, yang mencurigakan, saat mencari informasi beberapa warga sekitar mengatakan Klw warung tersebut menjual obat keras jenis tramadol, exsimer DLL, Secara Bebas.
23/05/2024,saat dikonfirmasi si penjaga toko mengatakan:
Klw dirinya hanya pekerja, dan untuk bisa jualan obat tersebut dia bayar satu juta sama oknum polisi, di Jagakarsa.
06/06/2024,saat konfirmasi ke Kapolsek Jagakarsa, beliau mengarahkan ke-kanit reskrim dan Kanit reskrim mengatakan, pak bukanya kami tidak mau menindak atau menangani kasus seperti ini akan tetapi bajet, nya tidak mencukupi yang ada juga kami nombok,”ujarnya.
Tramadol adalah obat yang dapat digolongkan sebagai narkotika, bukan pisikotropika.
Alasannya, tramadol masuk dalam golongan opioid yang biasa diresepkan dokter sebagai analgesik atau pereda rasa sakit dan tidak memberikan perubahan perilaku penggunanya.
Tramadol termasuk dalam kelas obat yang disebut agonis opioid. Karena tramadol dan exsimer,(obat kuning), termasuk obat keras, penggunaanya pun harus di awasi(sesuai dengan anjuran dokter).
Tindak pidana merupakan suatu bentuk perilaku penyimpangan yang hidup dalam masyarakat, yang artinya tindak pidana akan selalu ada selama manusia masih ada di muka bumi ini. Hukum sebagai sarana bagi penyelesaian permasalahan ini diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat. Salah satu kejahatan dalam hukum kesehatan yang marak terjadi pada saat ini adalah kejahatan di bidang farmasi yaitu pengedaran sediaan farmasi tanpa izin edar atau tidak terdaftar di Badan Pengawasan Obat Makanan RI.
Pengaturan mengenai tindak pidana pengedar sediaan farmasi tanpa izin diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 386 ayat (1) KUHP yang berbunyi “ Barangsiapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan atau minuman atau obat, diketahuinya bahwa barang-barang itu dipalsukan dan kepalsuan itu disembunyikan, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun ”
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 8 ayat (1) butir a “ Pelaku usaha di larang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan ; sedangkan ketentuan tindak pidana nya diatur dalam pasal 62 ayat (1) “ Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 13 ayat (2) pasal 15, pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c huruf e, ayat (2), dan pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)
Lebih lanjut Undang – Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 106 ayat (1) “ Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat meninggal setelah mendapat izin edar ”. Ketentuan mengenai tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi diatur dalam Pasal 197 sebagai berikut “ Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.0000.0000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).”
Ketentuan pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan bertujuan untuk menghindari terjadinya penyimpangan atau penyimpangan dalam menggunakan sediaan farmasi/alat kesehatan yang dapat membahayakan masyarakat oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Walaupun tindak pidana pada Pasal 386 KUHP terdapat be-berapa kelemahan, hanya mengatur mengenai perbuatan hukum pendistribusian obat palsu (menjual, menawarkan, atau menyerahkan)