Lampung Selatan,(CTV.com),- Beredarnya informasi terkait dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang berdalih iuran di SMAN 1 Merbau Mataram, Kecamatan Merbau Mataram, Kabupaten Lampung Selatan masih bergulir. Sejumlah awak media menyambangi untuk kedua kalinya, SNF selaku Kepala Sekolah untuk dimintai keterangan pada Rabu (7/5/2025).
Sebelumnya, atas keluhan dari wali murid bahwa adanya dugaan pungutan liar (pungli) yakni pungutan biaya perpisahan, uang Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB), uang daftar ulang, serta uang Sumbangan Pembina Pendidikan (SPP).
Saat dikonfirmasi mengenai hal tersebut, SNF selaku Kepala Sekolah yang akhirnya mau menemui awak media, mengakui bahwasanya pungutan liar (pungli) di SMAN 1 Merbau Mataram tersebut, berdasarkan atas interuksi dari Dinas Pendidikan.
“Kami di SMA ini saya hanya melanjutkan dari tahun yang lalu, masih berdasarkan Pergub No. 61, kita menunggu regulasi yang baru. Memang kita belum berani untuk tahun ajaran ini”, ungkap SNF.
Lebih lanjut, SNF berdalih bahwa tidak hanya di Sekolah SMAN 1 Merbau Mataram saja yang melakukan pungutan liar (pungli), di beberapa sekolah lainnya seperti SMA 1 Tanjung Bintang dan SMA Way Sulan, bahkan semua sekolah se-Lampung Selatan ini.
“Dua tahun saya disini, saya tidak mungkin berani. Karena saya pikir kita sama kok dengan sekolah lainnya, ada sumbangan-sumbangan komite juga. Karena kan kita juga koordinasi dengan beberapa sekolah, seperti SMA 1 Tanjung Bintang dan SMA Way Sulan. Yang jelas semua Lampung Selatan ini sama, ada sumbangan komitenya”, kilahnya.
Padahal, sudah jelas tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah memang mengatur penggalangan dana, tetapi secara tegas melarang pungutan dari peserta didik atau orang tua/wali murid. Larangan ini bertujuan untuk mencegah praktik pungutan liar (pungli) di sekolah.
Lain halnya dengan apa yang dikeluhkan oleh salah satu wali murid, yang mengungkapkan bahwa pungutan liar (pungli) di sekolah tersebut, tidak hanya memberatkan orang tua siswa, melainkan juga berdampak terhadap beban moral anak murid itu sendiri.
“Jujur saya sangat keberatan pak. Karena begini, yang sangat saya sayangkan atas tindakan dari pihak sekolah, mental anak jadi kena. Kalau kita belum bayar, itu rapot tidak dikasih. Sebenarnya kalau untuk anak tidak ada beratnya, tetapi kalau sudah dijamin sama Pemerintah, ya mau tidak mau harus nuntut. Kalau Pemerintah sudah menjamin, kenapa kita harus bayar, kan gitu”, ungkap wali murid.*(Tim)