Jakarta, Scientia – Ketua Umum DPP KNPI, Haris Pertama menilai bahwa penentapan tersangka terhadap wabendum DPP KNPI, Fahrizen, terkesan dipaksakan. Hal itu dikatakannya berdasarkan hasil temuan tim di lapangan.
“Penetapan status tersangka kepada Fahrizen, Wakil Bendahara Umum kami oleh Polres Pasaman Barat, ganjil. Tanpa proses undangan klarifikasi atas laporan polisi dari sebuah perusahaan perkebunan,” ujar Haris kepada wartawan, Minggu (8/11)
Diketahui sebelumnya, Fahrizen memimpin sebuah aksi Aksi yang bertujuan untuk memberitahukan negara bahwa perusahaan telah mengambil hasil bumi dari hutan lindung. Tapi yang terjadi, Fahrizen justru ditersangkakan.
“Lah kok dijadikan tersangka? Ini pertanyaan besar, ada apa? Apakah ini pesanan karena Bung Fahrizen adalah koordinator aksi dan kuasa dari seluruh ninik mamak anak dan kemenakannya,” tanya Haris.
Lebih lanjut dia mempertanyakan landasan hukum pelapor. Pelaporan dikarenakan Fahrizen dianggap mengganggu aktifitas usaha perkebunan setelah menutup jalan yang merupakan milik masyarakat setempat.
“Jadi jalan yang ditutup jalan milik rakyat bukan jalan perusahaan,” katanya.
Haris meminta agar pemerintah dan semua elemen masyarakat ikut mengawal kasus ini, agar keadilan menjadi bagian dari penduduk Muara Kiawai tersebut.
“DPP KNPI akan tetap mengawal kasus ini dan mengadvokasi masyarakat pemilik tanah ulayat sampai mereka mendapatkan hak-haknya, baik itu hak tanah ulayat maupun hak bagi hasil 10 persen dari hasil panen perkebunan yang tidak pernah diberikan dari tahun 1991,” tutupnya.
Seperti dilansir dari laman portal rmol, Fahrizen merupakan salah satu pemilik tanah ulayat di Muara Kiawai, Kecamatan Gunung Tuleh, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Ia yang diduga dizolimi oleh korporasi perkebunan besar. (tm/rls)