Lampung Selatan | CTV — Proyek revitalisasi gedung SDN 1 Babatan, Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan, kini tengah menjadi sorotan publik. Pembangunan yang seharusnya memberikan manfaat bagi dunia pendidikan justru menuai kritik tajam dari warga sekitar, terutama terkait dugaan penggunaan material pasir yang dinilai tidak sesuai standar teknis konstruksi.
Pantauan awak media Cakrawala TV pada 30 September 2025 menemukan bahwa material pasir yang digunakan dalam proses pembangunan terlihat kotor, bercampur tanah, dan tidak layak untuk dipakai sebagai bahan konstruksi utama. Dugaan ini semakin diperkuat setelah salah satu pekerja di lapangan—yang enggan disebutkan namanya—mengungkapkan bahwa pasir tersebut didatangkan dari salah satu tambang di Desa Neglasari, Kecamatan Katibung.
Menurut pekerja tersebut, pihak kontraktor memilih membeli pasir dari lokasi tambang terdekat. Namun, kualitas pasir yang digunakan menimbulkan keraguan besar di kalangan masyarakat. “Pasir ini bukan pasir yang biasanya dipakai untuk bangunan sekolah. Terlalu banyak campuran tanah, kekuatannya jelas diragukan,” ujar salah seorang warga saat dimintai komentar.
Kekhawatiran masyarakat bukan tanpa alasan. Mereka menilai, apabila material yang digunakan tidak memenuhi syarat teknis, kualitas bangunan sekolah akan cepat menurun. Hal ini dikhawatirkan menimbulkan kerugian besar, baik dari segi keselamatan pengguna gedung maupun dari sisi keuangan negara.
“Bangunan sekolah ini harusnya bisa bertahan puluhan tahun, karena menyangkut masa depan anak-anak kita. Tapi kalau dari awal sudah pakai material asal-asalan, bagaimana bisa awet?” kata salah satu warga Babatan.
Selain itu, masyarakat juga menilai lemahnya pengawasan dari pihak terkait menjadi salah satu penyebab munculnya masalah ini. Revitalisasi sekolah, yang semestinya menjadi langkah positif untuk meningkatkan sarana pendidikan, justru berpotensi menghasilkan gedung yang tidak sesuai harapan.
Proyek revitalisasi SDN 1 Babatan sejatinya menjadi kabar gembira bagi siswa, guru, dan warga sekitar. Gedung sekolah yang lama sudah dianggap tidak layak pakai dan perlu dilakukan pembaruan agar lebih representatif bagi kegiatan belajar-mengajar. Namun, realita di lapangan menunjukkan adanya persoalan serius terkait kualitas material yang dipakai.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang sejauh mana pihak kontraktor dan pengawas proyek menjalankan tugas mereka. Apakah ada unsur kelalaian, atau bahkan pembiaran terhadap penggunaan bahan yang tidak sesuai spesifikasi?
Proyek revitalisasi sekolah dibiayai menggunakan dana negara yang seharusnya dikelola dengan penuh tanggung jawab. Oleh karena itu, masyarakat mendesak agar Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Selatan beserta pihak pengawas proyek segera turun tangan.
“Kalau benar ada penggunaan pasir yang tidak sesuai, itu artinya ada indikasi kelalaian yang bisa merugikan negara. Jangan sampai proyek pendidikan ini hanya jadi ajang mencari keuntungan sepihak,” tegas salah seorang tokoh masyarakat Katibung.
Masyarakat menekankan, pengawasan yang lemah hanya akan membuka peluang penyalahgunaan anggaran. Jika dibiarkan, hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi proyek-proyek pembangunan lain di wilayah Lampung Selatan.
Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas
Kasus dugaan penggunaan pasir tidak standar dalam proyek SDN 1 Babatan menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap pekerjaan konstruksi, apalagi yang berkaitan dengan fasilitas publik. Pembangunan sekolah bukan hanya soal fisik bangunan, tetapi juga menyangkut kualitas pendidikan dan kenyamanan peserta didik.
Jika bangunan yang dihasilkan tidak kuat atau cepat rusak, maka siswa yang akan menanggung dampaknya. Ruang kelas yang retak, dinding yang mudah rapuh, hingga risiko keselamatan saat belajar bisa terjadi. Hal ini tentu bertentangan dengan semangat pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah.
Di tengah sorotan ini, warga Babatan tetap berharap agar masalah segera ditangani dengan serius. Mereka menginginkan adanya evaluasi total terhadap kualitas material yang digunakan, serta peninjauan ulang oleh dinas terkait.
“Harapan kami sederhana, bangunan sekolah ini benar-benar kokoh, aman, dan nyaman untuk anak-anak. Jangan sampai mereka jadi korban karena ada pihak yang bekerja tidak sesuai aturan,” ungkap seorang wali murid.
Selain itu, warga juga berharap agar proses pembangunan kembali berjalan sesuai prosedur dan standar yang berlaku. Mereka menegaskan, kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh fasilitas yang memadai, dan sekolah sebagai tempat belajar harus menjadi prioritas utama pemerintah.
Dugaan penggunaan pasir asal-asalan dalam proyek revitalisasi SDN 1 Babatan Katibung telah membuka mata masyarakat tentang pentingnya pengawasan ketat dalam setiap proyek pembangunan. Proyek yang seharusnya menjadi kebanggaan daerah justru menimbulkan rasa was-was akibat rendahnya kualitas material yang digunakan.
Masyarakat kini menunggu langkah konkret dari Dinas Pendidikan Lampung Selatan dan pihak pengawas proyek untuk memastikan bahwa dana pembangunan benar-benar digunakan sesuai peruntukannya. Transparansi, pengawasan yang ketat, serta penegakan aturan menjadi kunci agar proyek revitalisasi ini bisa menghasilkan bangunan berkualitas dan bermanfaat bagi dunia pendidikan di masa depan.
*By: Diyan*