Kota Bekasi, www.Cakrawalatv.com- Peringatan Hari Guru Nasional 2025 kembali menjadi pengingat keras bahwa jasa guru belum sepenuhnya dihargai melalui kebijakan yang memadai. R. Sigit Handoyo Subagiono, S.H., M.H., Partner pada Kantor Hukum AKBAR & REKAN, menegaskan bahwa negara masih memiliki pekerjaan besar dalam menjamin hak-hak guru, terutama terkait perlindungan hukum dan kesejahteraan yang setara.
Sebagai Dewan Pakar Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU) DPC Kota Bekasi dan Ketua Lembaga Hukum dan Hak Asasi Manusia (LAKUMHAM) DPC PKB Kota Bekasi, Sigit yang akrab dengan panggilan SHS menilai bahwa penghormatan kepada guru tidak boleh berhenti pada slogan atau upacara seremonial semata. Menurutnya, kontribusi guru telah menghidupkan seluruh lini kehidupan bangsa.
“Setiap lembaga besar, setiap tokoh bangsa, semuanya lahir dari bimbingan guru. Tetapi justru guru sering dibiarkan bekerja tanpa perlindungan yang memadai. Ini ironi yang tak boleh dibiarkan berlarut,” tegas SHS. Dalam keterangannya pada Senin (24/11/2025).
SHS menyoroti bahwa guru memegang peran strategis sebagai pembentuk moral dan karakter generasi bangsa. Namun dalam praktiknya, guru justru menjadi profesi yang paling rawan menghadapi tekanan baik dari siswa, orang tua, maupun institusi pendidikan itu sendiri.
Ia menyebutkan banyak kasus di mana guru diproses hukum hanya karena menjalankan tugas mendisiplinkan siswa, padahal mereka terikat kewajiban moral untuk mendidik.
“Guru sering berdiri sendirian ketika berhadapan dengan masalah hukum. Padahal negara seharusnya hadir memberi kepastian dan rasa aman,” ujar SHS.
Dalam perspektif hukum positif, SHS menegaskan masih banyak persoalan yang membelit profesi guru, antara lain:
Rentannya guru dikriminalisasi akibat kurangnya pemahaman hukum. Status honorer yang tidak kunjung jelas, meski telah puluhan tahun mengabdi. Kesenjangan kesejahteraan yang lebar antara guru negeri dan swasta. Beban administratif yang tidak proporsional, membuat guru kehilangan waktu mengajar. Minimnya pelatihan hukum dan etika profesi, yang seharusnya menjadi bagian penting dalam perlindungan diri.
Menurut SHS, undang-undang telah memberi ruang perlindungan terhadap profesi guru, tetapi implementasinya masih jauh dari harapan. Banyak kebijakan yang tidak sensitif terhadap realitas di lapangan.
SHS mendesak Pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk memperkuat regulasi yang melindungi guru. Pemerintah juga dituntut memastikan bahwa hak-hak dasar guru terpenuhi secara setara mulai dari upah layak, jaminan sosial, hingga penguatan aspek hukum dan moral profesi.
“Negara tidak boleh hanya hadir lewat pidato Hari Guru. Yang dibutuhkan adalah kebijakan nyata perlindungan hukum, kesejahteraan yang merata, serta penyederhanaan regulasi yang memberatkan guru,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa pendidikan berkualitas tidak mungkin terwujud tanpa guru yang terlindungi dan dihargai. Guru menurutnya bukan sekadar tenaga pengajar, melainkan pilar peradaban bangsa.
Hari Guru Nasional 2025 menjadi momen refleksi bahwa guru adalah ujung tombak masa depan bangsa. SHS mengajak seluruh pihak untuk kembali menempatkan guru pada posisi yang paling terhormat melalui keberpihakan nyata, bukan sekadar penghargaan simbolik.
“Jika kita ingin masa depan bangsa lebih baik, mulai dari sekarang kita harus memperjuangkan hak-hak guru. Menguatkan guru berarti menguatkan bangsa,” tutup SHS. (An)
